Bolehkan wanita muslimah
menjadi model iklan sebuah produk?
Source: Google Image |
Pertanyaan tersebut selalu
berulang.
Setelah ada jawaban, sering
kali masih tidak puas.
Mereka bertanya, “Mana
dalilnya?”
Bagi yang mengatakan boleh,
karena menganggap tidak ada dalil yang mengharamkannya. Lantas apa yang disebut
dengan dalil? Bagaimana memahami hukum dari sebuah dalil?
Jangan-jangan penanya tidak
paham pertanyaan dasar tersebut.
Bisa jadi dia mengira nash itu
selalu dapat dipahami secara manthuq atau secara tekstual
menyatakan keharaman, dst. Padahal nash dapat dipahami juga
secara mafhum (pemahaman dan penunjukkan lafazh)
bahkan ma’qul (qiyas).
Jawaban atas pernyataan tersebut adalah haram bagi wanita bekerja dimana
dalam pekerjaan tersebut dieksploitasi aspek kewanitaan atau feminitasnya,
bukan aspek usaha atau tenaganya.
Dalam kutaib Ahkam al-Usrah fi al-Islam wa Dauruha fi
al-Huffazh 'ala al-Siyaj al-Ijtima'i li al-Mujtama'at yang merujuk
kitab Muqaddimah al-Dustur Bab al-Nizham al-Ijtima’i disebutkan
kaidah sebagai berikut:
يمنع كل من الرجل والمرأة من مباشرة أي عمل فيه خطر على الأخلاق، أو فساد في المجتمع
"Setiap dari pria dan wanita dilarang untuk melakukan pekerjaan
manapun yang di dalamnya ada suatu yang membahayakan akhlak (which could
undermine the morals) atau kerusakan masyarakat (causes corruption in
the society).
Adapun dalil akan hal itu adalah sabda Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam,
روي عن رافع بن رفاعة قال: «وَنَهَانَا عَنْ كَسْبِ الأَمَةِ إِلاَّ مَا عَمِلَتْ بِيَدِهَا وَقَالَ هَكَذَا بِأَصَابِعِهِ نَحْوَ الْخبْزِ وَالْغَزْلِ وَالنفْشِ» أخرجه أحمد وصححه والحاكم
"Diriwayatkan dari Rafi’ bin Rifa’ah, dia berkata, 'Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam telah melarang kami dari pekerjaan seorang pelayan
wanita kecuali yang dikerjakan dengan kedua tangannya (except that which she
did with her hands). Beliau bersabda, "Begini (dia kerjakan) dengan
jari-jemarinya seperti membuat roti, menenun dan mengurai wol (bread-making,
sewing, and inscribing).”' (HR. Ahmad dan al-Hakim menetapkan
keshahihannya)
Selanjutnya penulis kitab memberikan penjelasan sebagai berikut:
أي تمنع المرأة من كل عمل يقصد منه استغلال أنوثتها، وتباح لها باقي الأعمال. وهذا يفهم من الحديث من قوله: "إِلاَّ مَا عَمِلَتْ بِيَدِهَا"، أي مما يقصد منه استغلال جهدها، ومفـهومه منع استغلال أنوثتها. على أن القاعدة الشرعية (الوسيلة إلى الحرام محرمة) تمنع كل عمل يوصل إلى الحرام حتى ولو بغلبة الظن. والقاعدة الشرعية (الشيء المباح إذا أدى فرد من أفراده إلى ضرر يمنع ذلك الفرد وحده ويبقى الشيء مباحاً)، فهي تمنع كل شخص رجلاً كان أو امرأة من الاشتغال في عمل مباح للرجال والنساء إذا كان هذا الشخص بعينه يوصل اشتغاله في العمل إلى ضرر له، أو ضرر للأمة، أو ضرر للمجتمع أياً كان نوع هذا الضرر.
"Seorang wanita dilarang
dari melakukan pekerjaan apapun yang dimaksudkan dari perkerjaan tersebut unsur
eksploitasi aspek kewanitaan/feminitasnya (استغلال أنوثتها/ advantage
of her femininity), dan
boleh baginya melakukan pekerjaan lainnya. Hal ini dapat dipahami dari kalimat
dalam hadits: "إِلاَّ مَا عَمِلَتْ بِيَدِهَا / except that which she did with her hands", yang artinya pemanfaatan (eksploitasi) atas usaha (intended to
benefit from her efforts). Dengan demikian dapat dipahami bahwa ini
merupakan larangan memanfaatkan feminitas perempuan (the prohibition of
taking advantage of her femininity).
Demikian juga didasarkan pada kaidah syari’ah (sharia principle):
الوسيلة إلى الحرام محرمة
'Perantara yang mengantarkan kepada keharaman adalah haram (the means to something forbidden is also forbidden).'
Berdasarkan kaidah tersebut, dapat dipahami bahwa larangan untuk melakukan setiap pekerjaan yang akan mengantarkan pada keharaman (prohibits any work that could lead to anything forbidden), meski itu bersifat dugaan kuat.
Juga kaidah syari’ah (sharia principle):
الشيء المباح إذا أدى فرد من أفراده إلى ضرر يمنع ذلك الفرد وحده ويبقى الشيء مباحاً
'Suatu yang mubah, ketika satu bagian dari perkara-perkara tersebut mengantarkan kepada dharar/bahaya (If one type of a permitted thing leads to harm), maka bagian itu saja yang terlarang, sedangkan bagian lainnya tetap mubah.'
Berdasarkan kaidah ini juga dapat disimpulkan terkait larangan bagi setiap individu baik pria maupun wanita melakukan pekerjaan yang awalnya mubah (baik bagi pria maupu wanita), ketika seorang individu ini melakukan perkajaan yang dapat membahayakan bagi dirinya, bagi umat, atau bagi masyarakat, apapun jenis bahaya yang terjadi."
***
Catatan akhir:
Hukum tersebut di atas bukan hanya berlaku untuk wanita, tetapi juga bagi
pria, yakni seperti melakukan pekerjaan yang mengeksploitasi unsur
maskulinitas.
Hal ini harus menjadi perhatian para muslimah, desainer busana muslimah,
perias pengantin, redaksi majalah, pemilik perusahaan iklan, dll. Jika perkara
ini luput, maka akan menimbulkan dharar dalam interaksi pria
dan wanita di tengah masyarakat.
Fakta menunjukkan bahwa pekerjaan seperti model, front office,
pramugari, sales promotion girl, senantiasa disyaratkan fisik-fisik
tertentu bagi para wanita. Misalnya tinggi badan, bentuk tubuh, warna kulit,
kecantikan, dsb.
Penampilan tersebut akan menjadi daya tarik bagi pengunjung, pembeli atau
pembaca. Inilah bentuk eksploitasi sisi feminitas atau kewanitaan muslimah yang
diharamkan oleh syara’. [] Yuana Ryan Tresna
0 Comments